17 November 2008

Hj Aminah: Menambang 'Emas' dari Nasi Uduk

Masa banting tulang yang melelahkan lewatlah sudah, saatnya kini mengembangluaskan usaha.
Bermodalkan uang Rp 3 juta, Aminah membuka tenda kaki lima Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat. Meski di lokasi strategis, waktu itu, 1989, ia harus berpindah-pindah tenda. Maklum di kawasan itu sering terjadi bongkar-tutup galian. Saat itu Aminah menjalani usahanya seorang diri tanpa bantuan siapa pun. Pagi belanja, siang memasak, malam berjualan. Ketika rasa kantuk datang, Aminah duduk di bangku, kepalanya bersandar di meja jualan. ''Minimal mata terpejam sudah cukup,'' ujarnya. ''Tapi, tidak bisa tidur nyenyak, khawatir ayam yang sedang digoreng gosong.''Tapi, itu dulu. Nasi uduknya yang gurih dan pas di lidah membuat banyak orang ketagihan. Aminah pun kerepotan.
Memetik hasil
Tahun ini 19 tahun sudah Aminah berjualan nasi uduk. Dari perjalanan panjang itu, Aminah kini telah membuka enam restoran, empat lokasi tersebar di Jakarta. Mas Miskun, itu nama restoran Aminah yang sudah bergelar hajjah itu. Banyak orang yang mengira Mas Miskunlah si pemilik enam restoran di Jakarta dan sekitarnya. Padahal, menurut Aminah, nama Mas Miskun diambil dari gabungan tiga kata. Yakkni, mas (perhiasan emas, red), mis berarti wangi (minyak wangi arab, red), dan kun dari kata kun fayakun. Jadi, Mas Miskun bermakna agar usaha ini seperti emas dan tetap harum bagi penikmatnya.
Nasi uduk Aminah seolah bagai tambang emas. Juni dan Juli 2008, Aminah menambah dua lokasi di Tajur Bogor dan Cipayung Puncak, Jawa Barat. ''Kini saya tinggal memetik hasil, sebelumnya saya harus banting tulang yang sangat melelahkan,'' ungkap Aminah kepada Republika.Masa melelahkan dilakoni ibu dua anak ini sebelum berjualan nasi uduk. Aminah menjajakan kue di sekitar Jl Gunung Sahari. Ia pernah juga berjualan roti bakar, minyak tanah, telur hingga arang.
Keputusan berjualan nasi uduk diambil Aminah untu mengikuti jejak ibu yang dulu jualan nasi uduk di depan rumah. Perempuan berkerudung ini bersyukur, rahasia dapur dari ibu sudah di tangannya sejak kecil. ''Prinsip saya dari kecil, yang namanya perempuan hukumnya wajib harus bisa memasak. Makanya, saya dari kecil sudah pandai memasak.''Rupanya, dari situlah pintu rezekinya mulai terkuak lebar. Dari satu orang yang membantu, ditambah lagi, ditambah lagi sampai kini enam rumah makan yang menjadi sandaran hidup 160 pegawainya. Mereka kebanyakan datang dari luar Jakarta. Ia pun menyediakan tempat tinggal dan menanggung makan dan keperluan mereka sehari-hari.
Kenyang dan senang
Aminah selalu mengupayakan hubungan baik dengan para pegawai. Tak heran pegawai banyak yang betah bekerja di Mas Miskun. ''Ada yang sudah bekerja 10 tahun, 15 tahun bahkan dari awal berdiri (18 tahun lalu, red) masih bekerja di sini. Dari mereka lajang sampai sudah menikah dan mempunyai anak,'' ungkapnya.Hampir 20 tahun Mas Miskun tetap bertahan dengan nasi uduk dan ayam goreng. Padahal para pesaing bertebaran di setiap pelosok Jakarta. Namun, perempuan berusia 48 tahun ini tidak gentar. ''Saya punya kiat sendiri, dan yakin dengan rezeki dari Allah.''
Kiat utamanya, karena makan merupakan kebutuhan pokok, aneka masakan yang disajikan Mas Miskun adalah makanan rumahan. Selain itu, harganya murah meriah. ''Saya ingin setiap yang datang ke sini tidak kapok, apalagi menggerutu harga mahal. Saya ingin sehabis makan mereka kenyang dan senang, sehingga akan balik lagi ke sini,'' papar Aminah tertawa.Masakan pun diolah secara variatif. ''Tanpa bahan pengawet,'' tambahnya. Menu utamanya nasi uduk dan ayam goreng. Tak heran ketika flu burung merebak penjualan ayam gorengnya menyusut tajam.
Nenek satu cucu ini menambah jualan ikan goreng dan bakar. Lalapan segar dan aneka pilihan sambal sehingga pelanggan tinggal mengambil sepuasnya. Di meja tersedia juga sayur asem, jengkol, dan lainnya yang mengundang selera. Pelanggannya dari berbagai kalangan, mulai pegawai kantoran di sekitar warung, artis, bahkan pejabat.
Menyalurkan keuntungan
Dari enam lokasi restorannya, setiap bulannya Aminah mencatat omzet Rp 500 juta hingga Rp 600 juta. Berkat usaha ini Aminah bersama keluarga dan pegawainya bisa berangkat ke Tanah Suci. Setiap tahun dia juga menyempatkan umrah. Selain itu, ia berhasil membangun sebuah masjid di Cipayung dari hasil keuntungan usaha. Sebagian keuntungan setiap bulannya disalurkan untuk anak-anak yang kurang mampu. ''Alhamdulillah rezeki dari Allah, saya kembalikan lagi dengan berbagi kepada sesama,'' ujarnya.
Kini Aminah berencana membuka cabang baru di beberapa lokasi. Namun, mal tak termasuk lokasi yang diincarnya. Alasannya, di mal makanan kelas atas dan tempatnya mewah. ''Miskun makanan ndeso, tempatnya harus santai, bisa duduk di kursi atau makan sambil lesehan di bawah,'' katanya. Aminah juga mengidamkan lokasi jualan milik pribadi. Sejauh ini, dari enam lokasi restorannya, hanya di Cipayung yang menjadi milik sendiri, sisanya menyewa kepada orang lain.Banyak yang menawarkan agar Aminah membuka waralaba Mas Miskun. Tapi, ia belum mengiyakan. ''Saya masih mempelajari. Tapi, sepertinya untuk saat ini ada kepuasan tersendiri ketika segalanya saya lakoni sendiri.'' vie
Biodata
Nama Lengkap : Hj Aminah
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 14 September 1961
Nama anak-anak : Hj Erika Mediana (26 tahun), H Subhan Utomo (23 tahun)
Label : Mas Miskun
Lokasi :
Jl Kramat Raya No 87 Jakarta Pusat. Tlp 021-68600100
Jl Matraman Raya No 41 Jakarta Timur. Tlp 021-68600030
Jl Percetakan Negara Raya 76 Jakarta Pusat. Tlp 021-4251818
Jl Percetakan Negara Raya Warung Tenda Kaki Lima
Jl Raya Wangun Raya (arah Tajur) Bogor. Tlp 0251-7131000
Jl Raya Puncak Cipayung KM. 76 Bogor. Tlp 0251-7101010

08 November 2008

Semoga Menjadi Haji Mabrur

Segenap Pengurus dan Warga
Dewan Pimpinan Daerah
Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Provinsi Banten

Kepada Jamaah Haji Indonesia

Mengucapkan

Semoga Menjadi Haji Mambrur


Didi Petet, Melontar Ibarat Sedang Maju ke Medan Perang

Hampir semua orang yang telah melaksanakan haji, selalu merasa rindu untuk kembali menginjakkan kakinya di tanah suci tersebut. Tak terkecuali Didi Widiatmoko atau yang lebih dikenal dengan Didi Petet. Salah satu aktor terkenal dan terbaik di Indonesia ini sudah sembilan kali menunaikan ibadah haji. Namun kerinduan untuk mendatangi Baitullah selalu saja menyambanginya.

Pria kelahiran Surabaya, 12 Juli 1956 ini pertamakali melaksanakan ibadah haji pada 1989. Setelah itu, hampir setiap tahun ia kembali ke tanah haram untuk berhaji dan belum termasuk ibadah umrah. Tahun 2002, Didi terakhir kalinya melaksanakan ibadah haji, namun tetap saja keinginan untuk berhaji lagi selalu muncul di hati kecilnya.

Saat pertamakali menunaikan ibadah haji pada 1989, adalah tahun pelaksanaan haji yang memilukan akibat peristiwa tragis yang dikenal dengan 'tragedi terowongan Mina'. Ketika itulah, ribuan jamaah haji termasuk cukup banyak jamaah haji Indonesia yang meninggal akibat terijak-injak oleh jamaah haji lain saat pelontaran jumrah dilakukan.

Namun beruntung bagi Didi, karena saat peristiwa tersebut terjadi, ia yang naik haji bersama istrinya Uce Sriasih, tidak berada di lokasi terowongan Mina. ''Saya malah tahu ada kejadian itu setelah membaca berita di koran. Alhamdulillah, saya dan keluarga cukup jauh dari lokasi tersebut saat peristiwa itu terjadi,'' ujar Didi kepada Republika.

Melontar jumrah, merupakan satu dari sekian rukun haji yang sangat berkesan bagi Didi. Meskipun sudah sembilan kali melaksanakan ibadah haji, tetap saja saat-saat melontar jumrah dirasakan Didi sebagai hal yang paling berat. Menurutnya, melontar ibarat sedang maju ke medan perang. ''Kita seperti sedang maju ke medan perang yang kita tidak tahu apakah akan selamat atau tidak,'' ujarnya.

Menurutnya, beratnya pelontaran jumrah dikarenakan saat itu, semua orang ingin melakukan kegiatan yang sama dan pada waktu yang sama. Karena kondisi dan waktu yang bertepatan, membuat semua orang menjadi sangat antusias bahkan cenderung berkeinginan sangat keras dalam melontar.

Selain itu, motivasi yang berbeda-beda dari tiap individu saat melontar terkadang membuat ritual tersebut menjadi bumerang. Tak jarang, batu yang dipakai melempar, terpantul kembali. Ataukah batu dari orang yang melontar, bukannya mengenai jamarat melainkan melayang hingga ke seberang hingga mengenai orang lain.

Kondisi tersebut sering kali terjadi, apalagi saat awal-awal Didi melaksanakan ibadah haji. Pasalnya, ketika itu, tugu jamarat bentuknya masih bulat, tidak seperti kondisi saat ini.

Namun Didi bersyukur, karena setelah beberapa kali menjalani ibadah haji, ia tak menemukan kesulitan dalam melontar. Meskipun ia menganggap, moment melontar selalu menjadi hal yang mendebarkan baginya. ''Saya selalu berdebar saat melontar. Makanya saya selalu minta supaya bisa tetap selamat. Dan alhamdulillah, kalau sudah selesai, saya kembali dan itu membuat lega karena bisa selamat,'' ujarnya.

Beberapa kali menunaikan ibadah haji, ayah dari enam putra ini mengurus sendiri rencana ibadahnya. Didi yang kebetulan memiliki kerabat di tanah suci, biasanya berangkat terlebih dahulu ke Arab Saudi menggunakan paspor hijau. Setelah di sana, barulah ia melanjutkan dengan mengurus untuk kebutuhan peribadatan. Setelah larangan penggunaan paspor hijau diberlakukan, barulah Didi berangkat haji langsung dari tanah air menggunakan ONH plus.

Terkait masalah penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun, Didi menganggap apapun yang sedang terjadi saat penyelenggaraan haji, semuanya adalah cobaan. ''Cobaan saat berhaji itu memang besar dan tidak bisa diprediksi,'' ujarnya.

Karena itu, jika ada rekan-rekan atau kerabatnya yang ingin menunaikan ibadah haji, Didi selalu berpesan bahwa setiap tahun kondisinya pasti berbeda. Didi berpesan, bagi calon jamaah haji yang akan berangkat, selalulah bersiap-siap menerima kondisi apapun dan jangan membandingkannya dengan pelaksanaan ibadah haji yang telah lalu.

Salah satu contoh kecil, kata Didi, soal tempat parkir kendaraan. Menurutnya, bisa saja tahun sebelumnya kendaraan masih bisa parkir di depan hotel A, namun tahun ini sudah tidak bisa lagi. Hal itu karena peraturan, apalagi di Arab Saudi, menurutnya, sangat cepat perubahannya.

Karena itu, Didi tak ingin menganggap atau menilai penyelenggaraan haji yang tidak profesional seperti yang dikomplain banyak pihak selama ini. Menurutnya, mengurus sekian banyak orang memang bukan hal yang gampang, ditambah lagi keterkaitannya dengan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah setempat.

Aktor yang lekat dengan karakter 'si kabayan' ini justru ingin mengingatkan jamaah haji tentang pentingnya bertaubat sebelum berangkat dan meluruskan niat berhaji. Selain itu, memang ada hal-hal yang tak boleh dilakukan, diantaranya menggunjingkan atau membicarakan orang lain. ''Kadang kala kita spontan, tidak sadar membicarakan orang dan ada ganjarannya,'' ujar Didi.

Didi bercerita, suatu ketika, selain dengan istrinya, ia berangkat haji bersama kakak iparnya. Saat berjalan, kakak iparnya itu selalu berjalan di belakang mereka dan jalannya sangat perlahan. Didi dan istrinya, tentu saja tak ingin meninggalkan sang kakak. Namun akibatnya, mereka berdua kerap merasa terhalang ataupun ikut lambat ke mana-mana.

Suatu ketika, Didi sedikit menggerutu menyampaikan kepada istrinya bahwa kakaknya berjalan terlalu pelan. Kalimat spontan yang meluncur dari mulutnya ternyata mendapat ganjaran. Esok harinya, Didi tiba-tiba tidak bisa berjalan. ''Badan saya pegal-pegal semua sampai tidak bisa berjalan,'' ujarnya.

Mengenang kejadian itu, Didi mengambil hikmah bahwa memang di tanah haram, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Menurutnya, meskipun sepele, lebih baik tidak mengomentarinya.

Selain itu, Didi juga menghimbau kepada siapa pun yang sudah punya niat untuk beribadah haji untuk segera melaksanakannya. Pelaksanaannya, sebisa mungkin dilaksanakan saat usia masih muda. Didi mengaku, dirinya kerap merasa kasihan melihat para orangtua yang menjalankan ibadah haji. '”Sebaiknya laksanakanlah ibadah haji selagi masih muda, dan memang sudah punya dana. Karena kalau sudah tua, kasihan. Ibadah haji sangat memerlukan fisik yang kuat karena banyak tempat yang harus dikunjungi dan itu membutuhkan kondisi yang fit,'' ujarnya. ina

Sumber Berita : http://www.republika.co.id/koran/127/11995.html
Sumber Foto : http://www.filmketikacintabertasbih.com/