Maksud syair ini tak lain adalah berpuasa, terutama puasa sunah tentunya setelah puasa romadhon. Selain berpahala, berpuasa itu melatih hati kita – diri kita, melepaskan keterikatan – belenggu pada hal-hal yang bersifat duniawi. Kita menahan diri dari minum, menahan diri dari makan dan menahan diri dari bertindak pada hal-hal yang bodoh. Ini adalah latihan jasmani yang merupakan cara sinkronisasi – bagaimana kita bisa menyerasikan hati dan perbuatan kita. Bagaimana hati kita merasakan apa yang diderita oleh jasmani kita. Bahkan lebih jauh lagi untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain di sekitar kita. Ini adalah pendidikan al-Mu’minu kal jasadil wahid – orang iman itu seperti jasad yang satu. Tak ada latihan lagi yang lebih tepat kecuali hanya dengan berpuasa. Sebab ini latihan dari dalam, sehingga dalil yang menyatakan orang iman seperti bangunan yang saling menguatkan bagain yang satu dengan yang lain, begitulah bunyi sabda Nabi – bisa terakreditasi dengan benar. Ngeklop.
Berpuasa juga melatih bersabar. Sabar adalah perbuatan hati. Ketika pikiran dan hati kita bisa terkonsentrasi dimana badan kita berada, maka disitulah letaknya sabar. Dan puasa adalah fokusnya. Ketika kita lapar maka ada syaraf yang memberitahukan kepada panca indra kita untuk segera memenuhi kebutuhan perut. Kita sadar ditarik pada masalah perut, bagaimanapun kita dan dimanapun berada, akan memikirkan itu. Namun secara sadar kita menahannya. Tidak memenuhi tuntutan tersebut sampai pada waktu yang ditentukan. Itulah latihan kesabaran – latihan hati. Pada aplikasi yang luas dan dalam, ada di kehidupan nyata. Allah berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 153; “Wahai orang-orang yang beriman, minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” Dan berpuasa adalah setengah dari kesabaran.
Simaklah ilustrasi kendang berikut ini. Ketika kendang ditabuh pada dua sisinya menghasilkan irama yang luar biasa. Padahal kita tahu kendang itu kosong tengahnya. Hampa – hanya berisi udara, namun resonansi yang dibuatnya mampu menggetarkan sisi lain dari gendang untuk mengeluarkan innernya, suaranya. Gendang telah menutup diri dari sekelilingnya, dan memancarkan jati dirinya. Gendang adalah dirijen karawitan, siapa pun mengakuinya. Naik turunnya irama, cepat lambatnya ritme gamelan dikomandoi oleh si gendang ini.
Begitulah kira-kira gambaran berpuasa, hati akan menjadi penguasa atas dirinya. Hati menjadi tuan atas hayat dikandung badan. Hati yang sehat. Hati yang kuat – menggerakkan seluruh anggota badan dengan pancaran yang sempurna. Cahaya iman – nuurun ’alan – nuur. Dengan berpuasa Allah menghapus dosa – dosa kita. Ini berarti bahwa hati kita menjadi bersih. Kemudian allah mengangkat derajat kita.
Dari Abu Umamah r.a., dia berkata, Aku berkata; ”Wahai Rasululloh perintahkan suatu amal (yang memberi manfaat Allah) kepadaku?” Beliau bersabda, ”Tetapilah atasmu berpuasa sebab ia tidak ada yang menyamainya.” Aku bertanya lagi, ”Wahai Rasululloh perintahkan suatu amal (yang memberi manfaat Allah) kepadaku?” Beliau bersabda, ”Tetapilah atasmu berpuasa sebab ia tidak ada yang menyamainya.” (Rowahu an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya).
Jadi hiasilah hati kita dengan banyak berpuasa. Bisa tiga hari setiap bulan terutama hari – hari putih. Atau puasa senin – kamis, puasa syawal, muharom, puasa arofah, puasa Nabi Dawud a.s. selain puasa wajib di bulan ramadhan. Untuk membersihkan hati kita. Seperti ketika pujian itu dikumandangkan oleh para muadzin masjid, ketika fajar menohok malam. Menyentuh sendi – sendi umat. Menggerakkan urat – urat manusia untuk mulai bekerja – seiring datangnya pagi. Udara segar, nadi – nadi yang bersih, dengan hati berbinar dan jiwa berseri - seri. Allohumma barik fi bukuri ummati. Ayo berpuasa.....!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar